Langsung ke konten utama

TENTANG TIKUS DAN KATAK (2)

Firman Allah SWT :
~
َHai orang-orang yang beriman, makanlah diantara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah.  (172) Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.  (173) [QS. Al-Baqarah : 172-173]
Dalam Kitab Tafsir Al-Muniir juz 1, hal. 444-447 disebutkan sebagai berikut :
~
Fiqih Kehidupan atau Hukum.
~
Allah menegaskan dalam ayat ini (QS. Al-Baqarah : 172) kebolehan memakan makanan yang baik-baik, dan mengkhususkan penyebutan orang-orang yang beriman di sini dalam rangka memuliakan dan memberi kehormatan kepada mereka. Yang dimaksud makan di sini, yaitu mengambil manfa'at dari segala seginya. Maka, boleh mengambil manfa'at semua yang berada di daratan dan di laut yang berupa tumbuh-tumbuhan, binatang, ikan-ikan dan burung-burung, kecuali apa yang diharamkan oleh Allah dalam ayat ini (Al-Baqarah : 173) dan dalam surat Al-Maaidah : 3, dan apa yang disebutkan oleh 'ulama ahli fiqh yang berpegang kepada dalil yang kuat dari sunnah Nabi SAW.
~
Dan dengan memperhatikan bahwa apa yang disebutkan pada ayat 3 surat Al-Maaidah itu termasuk dalam kategori bangkai, yaitu setiap binatang yang mati tanpa disembelih secara syar'iy, sama saja baik matinya itu karena dipukul, karena jatuh, karena ditanduk binatang lain, atau karena dimakan binatang buas sedangkan tidak didapati binatang itu masih hidup lalu disembelih. Dan demikian pula binatang yang tidak boleh dimakan, seperti binatang buas dan lainnya, walaupun disembelih, hukumnya seperti bangkai. Keumuman ayat ini dikecualikan dengan sabda Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Daraquthni sebagai berikut : Dihalalkan bagi kita memakan dua jenis bangkai, yaitu ikan dan belalang, dan (dihalalkan pula) dua darah, yaitu hati dan limpha. [HR. Daraquthni] 
~
Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Tsa'labah Al-Khusyaniy, bahwasanya ia berkata : 
~
Rasulullah SAW melarang dari memakan binatang buas yang bertaring. [HR. Bukhari dan Muslim]
~
Imam Malik dan Abu Dawud meriwayatkan dari Abu Hurairah RA, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda :

Memakan segala binatang buas yang bertaring dan burung yang berkuku tajam (untuk menerkam mangsa) adalah haram. [HR. Malik dan Abu Dawud]

Dan diriwayatkan dari Jabir bin 'Abdullah, bahwasanya ia berkata :

Rasulullah SAW pada perang Khaibar melarang dari memakan daging keledai jinak, dan beliau mengizinkan memakan daging kuda. [Tafsir Al-Muniir juz 1, hal. 444]
'~
Pendapat ulama ahli fiqh tentang binatang yang boleh dimakan, secara ringkas sebagai berikut :
~
Mereka berkata, "Binatang-binatang yang ada hubungannya dengan sembelihan atau sembelihan secara syar'iy ada 3 macam : yaitu binatang air, binatang darat, dan binatang amphibi (binatang yang bisa hidup di darat dan di air).
~
Adapun binatang air, yaitu binatang yang tidak bisa hidup melainkan di air saja, tentang hal ini ada 2 pendapat, yaitu :
~
Pertama : Menurut pendapat ulama madzhab Hanafiy, semua binatang yang hidup di air adalah haram dimakan, kecuali ikan. Dan ikan halal dimakan tanpa disembelih, kecuali ikan yang terapung di air. Jika ikan itu mati dan terapung di air, maka tidak boleh dimakan, berdasarkan hadits dla'if dari Jabir yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah sebagai berikut :
~
Apa yang diberikan oleh laut atau disembelihkannya, makanlah. Sedangkan apa yang mati padanya dan mengapung, janganlah kalian memakannya. [HR. Abu Dawud dan Ibu Majah]
~
Kedua : Pendapat jumhur 'ulama selain madzhab Hanafiy, semua binatang air, seperti ikan, kepiting, ular air, anjing laut, babi laut, adalah halal, boleh dimakan walaupun tidak disembelih, baik matinya itu karena mati sendiri, maupun mati karena sebab yang dhahir seperti terhantam batu, atau dipukul oleh pencari ikan, atau mati karena kehabisan air, baik binatang air itu keadaannya tenggelam maupun terapung, mengambilnya merupakan penyembelihannya. Tetapi jika binatang air yang terapung tadi sudah membengkak (membusuk) dan kalau dimakan akan menyebabkan sakit, maka menjadi haram, karena adanya bahaya tersebut. Hanya saja Imam Malik menganggap bahwa babi laut itu makruh, ia berkata, "Kalian menamakannya babi". Ibnu Qasim (muridnya Imam Malik) berkata, "Dan saya menjauhinya (tidak makan babi laut), tetapi tidak menganggapnya haram". 
~
Adapun binatang darat, yaitu binatang yang tidak bisa hidup melainkan di darat, hal ini ada tiga macam :
~
Pertama : Binatang yang tidak punya darah, seperti belalang, lalat, semut, tawon, cacing, kumbang (wangwung), jangkrik, kalajengking dan binatang-binatang yang berbisa dan yang semisalnya, maka binatang-binatang tersebut tidak boleh dimakan, kecuali belalang (boleh dimakan), karena semuanya itu termasuk "al-khobaaits ghoirul mustathoobah" (buruk, tidak baik), karena pemikiran yang sehat akan menjauhinya.
~
Dan Allah Ta'aalaa berfirman : "Dan Allah mengharamkan kepada mereka yang buruk-buruk". [QS. Al-A'raaf : 157]
~
'Ulama madzhab Malikiy mensyaratkan halalnya belalang itu harus disembelih. Adapun belalang yang mati (menurut mereka) adalah haram, karena hadits yang mengatakan "uhillat lanaa maitataani" (dihalalkan bagi kita memakan dua jenis bangkai) itu dla'if.
~
Adapun para ulama‟ Madzhab Hanafiy yang tidak membolehkan pengkhususan Al-Qur'an dengan As-Sunnah, mereka mengatakan : Sesungguhnya yang mengkhususkan bangkai ikan yaitu firman Allah Ta‟aalaa : Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan. [QS. Al-Maaidah : 96]
~
Adapun yang dimaksud “shoiduhu” (buruan laut), yaitu yang diambil dengan obat.
Adapun yang dimaksud “tho‟aamuhu” (makanan laut) yaitu binatang laut yang didapati terapung atau yang telah disembelih oleh laut. Namun mereka tidak membolehkan memakan binatang laut yang telah mati terapung sebagaimana keterangan terdahulu.
~
Kedua : Binatang yang tidak punya darah mengalir, seperti ular, tokek dan semua binatang-binatang tanah dan serangga-serangga tanah, berupa tikus, kutu (yang terdapat pada onta), landak, yarbu‟ (sejenis tikus) dan biawak adalah haram memakannya karena termasuk “khobaaits”. Karena binatang-binatang tersebut beracun, dan karena Nabi SAW memerintahkan untuk membunuhnya. Para 'ulama‟ madzhab Hanafiy juga mengharamkan adl-dlobb (biawak) karena Nabi SAW melarang „Aisyah ketika bertanya kepada beliau tentang memakan biawak.
~
Jumhur ulama‟ membolehkan memakan biawak karena taqrir beliau SAW ketika ada yang memakan biawak di hadapan beliau.
~
Para ulama‟ Madzhab Syafi‟iy membolehkan memakan landak dan ibnu „arus (binatang berkaki empat seperti kucing yang sering berdiri dengan dua kakinya).
'~
Ketiga : Binatang yang punya darah mengalir, bisa juga binatang jinak maupun binatang liar. Adapun binatang jinak, diantaranya adalah binatang ternak, yaitu onta, sapi, kambing adalah halal secara ijma‟ (sepakat). Dan diharamkan memakan daging bighol dan himar (keledai), dan dihalalkan memakan daging kuda, tetapi Imam Abu Hanifah menganggapnya makruh tanzih, karena kuda dipakai untuk tunggangan dan untuk berperang. Dan yang masyhur menurut para ulama‟ Madzhab Malikiy, mereka mengharamkan memakan daging kuda. Dan diharamkan memakan binatang jinak yang termasuk binatang buas, yaitu anjing dan kucing.
~
Adapun binatang liar, menurut jumhur 'ulama‟ adalah haram, kecuali Imam Malik (beliau menganggap makruh), yaitu setiap binatang yang bertaring dari binatang buas dan setiap burung yang berkuku tajam (untuk menerkam mangsanya), karena binatang tersebut memakan bangkai yakni binatang yang mati. Menurut Imam Malik adalah makruh memakan daging binatang buas, dan menurut beliau boleh memakan binatang burung yang berkuku tajam, berdasarkan dhohir ayat :
~
Katakanlah, "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya … . (Q.S. Al-An‟aam : 145)
~
'Ulama' yang menghalalkan sesuatu dari yang telah disebutkan tadi bersandar kepada keumuman ayat Al-Qur'an, sedangkan apa yang disebutkan di dalam hadits mengandung makna larangan makruh, atau menganggapnya gugur karena bertentangan dengan ayat Al-Qur'an.
~
Adapun 'ulama' yang mengharamkan sesuatu yang telah disebutkan tadi bersandar kepada hadits yang ada dalam hal pengharaman makanan, dan hadits itu menasakhkan ayat Al-Qur'an, dan ia menganggap bahwa hadits tersebut tidak bertentangan dengan ayat Al-Qur'an.
~
Adapun binatang amphibi, yaitu binatang yang bisa hidup di darat dan bisa hidup di air, seperti katak, kura-kura, kepiting, ular, buaya, anjing laut dan yang semisalnya, dalam hal ini ada 3 pendapat :
~
Pertama  :  Menurut  para  'ulama‟  Madzhab  Hanafiy  dan  Madzhab Syafi‟iy,  tidak  halal  memakannya,  karena  binatang-binatang  tersebut termasuk  “al-khobaaits”,  dan  karena  ular  itu  berbisa,  dan  karena  Nabi SAW  menurut  hadits  yang  diriwayatkan  oleh  Imam  Ahmad  dan  Abu Dawud,  melarang  dari  membunuh  katak,  seandainya  katak  itu  halal dimakan,  tentu Nabi  SAW  tidak  melarang  membunuhnya.  
~
Kedua  :  Para  'ulama‟  Madzhab  Malikiy,  membolehkan  memakan  katak dan  semisalnya  dari  binatang-binatang  yang  tersebut  tadi,  karena  tidak ada nash (Al-Qur'an)  yang  mengharamkannya.
~
Ketiga  :  Menurut  para  'ulama‟  Madzhab  Hanbaliy,  penjelasannya sebagai  berikut  :  Setiap  binatang  laut  yang  bisa  hidup  di  darat  adalah tidak  halal  kalau  tidak  disembelih,  seperti  burung  laut,  kura-kura  dan anjing  laut,  kecuali  binatang  yang  tidak  punya  darah  (mengalir),  seperti kepiting,  maka  kepiting  itu  boleh  dimakan  tanpa  disembelih,  menurut apa  yang  diriwayatkan  dari  Imam  Ahmad,  karena  kepiting  itu  adalah binatang  laut  yang  bisa  hidup  di  darat  dan  tidak  punya  darah  yang mengalir.  Berbeda  dengan  binatang  amphibi  yang  mempunyai  darah mengalir,  seperti  burung,  yang  demikian  ini  tidak  boleh  dimakan  tanpa disembelih.  Dan  yang  lebih  shahih  menurut  'ulama‟  Madzhab  Hanbaliy, bahwasanya  kepiting  itu  tidak  halal  kecuali  dengan  disembelih.  Dan tidak  dibolehkan  memakan  katak,  karena  menurut  hadits  yang diriwayatkan  Imam  Nasaai,  Nabi  SAW  melarang  dari  membunuhnya, maka  yang  demikian  itu  menunjukkan  haramnya  memakan  katak.  Dan juga  tidak  dibolehkan  memakan  daging  buaya.  (Diambil  dari  Tafsir  AlMuniir  oleh  Al-Ustadz  Dr.  Wahbah Az-Zuhailiy,  hal.  444-447)
~
Demikianlah  tentang  tikus  dan  katak,  para  'ulama  berbeda-beda pendapat  dalam  masalah  tersebut.  Perbedaan  pendapat  adalah  suatu hal  yang  biasa,  yang  penting  dan  yang  harus  kita perhatikan,  perbedaan pendapat  tersebut  jangan  sampai  menjadikan  kaum  muslimin  saling mencela  dan  menyebabkan  putus  shilaturrahim.  Tetapi  kalau  terjadi perbedaan  pendapat,  hendaklah  kita  bisa  saling  memahami  dan menghormati.
~
Walloohu  a’lam.

~oO[  @ ]Oo~

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rumus Dosis Paracetamol Pada Anak

Reshare AnindyaWardhany Khusus Paracetamol (apapun mereknya) dalam sediaan Drops ya (bukan Tablet atau Syrup ) Kandungannya SAMA Informasi yang tertera pada kemasan Drops adalah 60 mg / 0,6 ml (baca : setiap 0,6 ml mengandung 60 mg parasetamol) Nah sekarang Kita coba hitung ya... Patokan RUMUS DOSIS PARACETAMOL = 10-15 mg/kg Berat Badan Jadi misalnya si Anak beratnya 12 kg. Maka... 1. Tentukan dosis yang dibutuhkan: 10-15 mg/kg BB ✓ Dosis terendah = 120 mg (didapatkan dari 10 x 12 kg). ✓  Dosis tertinggi = 180 mg (didapatkan dari 15 x 12 kg). ================= 2. Konversi ke dalam mL (ini tergantung sediaan nya drops, syrup, atau tablet). Jika menggunakan 1. DROPS 60 mg / 0.6 ml, maka butuh = 1.2 ml - 1.8 ml Cara Menghitung nya: ✓ Dosis Terendah = (120 mg / 60 mg) x 0.6 ml = 1.2 ml. ✓ Dosis Terendah = (180 mg / 60 mg) x 0.6 ml = 1.8 ml. ================= 2. SYRUP 250 mg / 1 sendok obat, maka butuh = 1 sendok takar Cara Menghitung nya: = 180 mg /

Daftar Dokter Spesialis Anak Se-Soloraya

Copas Grup EpingSolo SOLO 1. dr Rustam Siregar, Sp A (infeksi) [RS Moewardi, Praktek di Jaten KRA] 2. dr Mustarsid SpA, [RS Moewardi, RS Yarsis, RS Kustati] 3. dr. Evi Rokhayati Sp.A, M.Kes (Gastro) [RS Moewardi, RS Hermina] 4. dr. Agustina Wulandari, Sp.A, M.Kes (Nefrologi) [RS Moewardi RS Triharsi] 5. dr. Diah Lintang Kawuryan (Alergi Imunologi) [RS Moewardi] 6. dr. Dwi Hidayah SpA, Mkes [RS Moewardi, RS Kasih Ibu] 7. dr Sri Martuti SpA(K) MKes [RS Moewardi] 8. dr Muhammad Riza Spa Mkes (Hemato) [RS Moewardi] 9. dr. Husnia Auliatul Umma SpA M.Kes (Infeksi) [RS Moewardi] 10. dr Septin Widirernani SpA Mkes (hemato) [RS Moewardi, RS Hermina] 11. dr. Hj. Rusmawati, Sp.A, M.Kes [RS PKU Solo, Klinik Cerdas Ceria] 12. dr. Oktora Wahyu W, Sp.A, M.Kes [RS PKU Solo] 13. dr. Arie Hapsari, Sp.A [RS PKU Solo] 14. dr. Dina Rismawati, Sp.A. M.Sc [RS PKU Solo] 15. Prof. Dr. dr. H Bambang Subagyo SpA (Gastro) [RS Moewardi, RS PKU, Praktek: Ps Nongko, depan WM Bu Trini] 16. dr Ismir

Daftar SpOG se Solo Raya

Daftar SpOG se Solo Raya SOLO - SUKOHARJO 1. dr. H.Soffin Arfian PKU muh surakarta, apotik PADMA, Nusukan (ga tau tepatnya) 2. dr. Glondong Suprapto jl. Basuki rahmad 26/30 Kerten, RS brayat gondang,x RS panti waluyo, RS hermina, sekar Moewardi 3. dr. Eriana rs moewardi, Apotek Jamsaren 4. dr. Anik Suryaningsih, Rs pku solo. APOTEK cempaka Medika 5. dr. Sri Purwaningsih (Cicik),rs.Indriati, rs hermina, APOTEK darusyifa makamhaji 6. dr. Murtiningsih rs kustati, Klinik di Jajar (selatan bangko Fajar Indah) 7. dr. Nanda klinik mommies, RS UNS,rsui Kustati, klinik sri murti fajar indah 8. dr. Lusi panti waluyo 9. dr. Nutria Widya P, SPOG, Rs. Moewardi, dr.Oen soba, Nirmala suri, Klinik Permata Hari bekonang 10. dr. Sri Sulistyowati, SPOG(K), RS pku muh Solo, Apotek Bunda 11. dr. Ira, RS Kasih Ibu 12. dr.Andi Hermawan,RB.Suko Asih (bidan dibyo) jalan Veteran depan SMP N 2 Sukoharjo 13. dr. I Gede Nyoman, Apotik Calen(utara bangjo kejaksaan)Jalan slamet riyadi,Suko